Si Miskin Divonis Tinggi dan Dikerasi Polisi
Sumber: Radar Bali Senin 24/09/2007
Mengurai perlakuan hukum yang diterima para pecandu sangatlah elokjika terucap oleh yang bersangkutan. Berkut petikan wawancara Candra Gupta, dari Radar Bali dengan Ketua Ikatan Korban Napza Bali, IGN Wahyunda, yang juga mantan napi narkoba dan pecandu.
Menurut anda proses hukum efektif buat pecandu?
Saya lihat tidak efektif. Kami banyak melihat teman-teman kami dari pecandu yang menderita. Memasukan kami (pecandu) ke penjara itu sama saja dengan membunuh kami. Lihat saja kondisi Lapas Kerobokan, yang 80 persennya pecandu narkoba. Disana jadi lebih parah. Lihat saja KPLP (Sudrajat) yang juga terkena narkoba.
Untuk itu, mengapa kita tidak bikin pusat rehab untuk pelayanan penyembuhan? Kami sudah pertanyakn kepada Hakim (PN) Denpasar, prihal vonis rehabilitasi yang sudah diatur undang-undang. Tapi, hakim mengaku itu belum bias terlaksana. Menurut hakim juknis (petunjuk teknis) rehab belum ada. Kami diminta ke MK (Mahkamah Konstitusi) untuk minta juknis dan mentoknya di MK. Karena belum ada waktu.
Selanjutnya?
Karena vonis rehab belum bias terlaksana, tentunya kami minta hakim bijak kalau pecandu tertangkap membawa satu paket (narkoba), janganlah dihukum empat tahun. Itu sangat berat.
Maksud anda, adakah perbedaan vonis yang terjadi?
Perbedaan sepertinya ada, itu yang kami tidak mengerti. Khususnya untuk bule sangat gampang. Ada bule yang kena empat bulan, enam bulan. Yang kayak gitu kami tidak mengerti. Kami sempat nanya, hakim criteria pecandu dan Bandar susah ditentukan. Tetapi, bule gampang sekali ditentukan jadi pecandu. Untuk itu, kami sekarang sedang menyusun data bule atau orang kaya (pecandu) yang divonis ringan dan mulai bertanya-tanya.
Hasilnya?
Mereka yang kaya, banyak duit atau bule, bias buktikan diri sebagai pecandu dengan mendatangkan saksi ahli, kuasa hokum, psikolog. Tapi kalau orang miskin yang pecandu, tentunya sulit untuk mendatangkan saksi ahli apalagi pengacara. Saya menlihat ini tidak adil, tetapi kentaaanya seperti itu. Makanya, kami minta vonis rehab saja.
Anda pernah mendapat tindak kekerasan oleh polisi?
Itu kami punya data, hampir tujuh puluh persen (pecandu), punya pengalaman kekerasan di kepolisian. Kami Tanya-tanya, tapi (dijawab) itu adalah oknum polisi. Untuk itu (praktik kekerasan) kami minta dibersihkan.
Pengalaman anda sebagai pecandu?
Kareana pecandu heroin, saya sempat dipenjara sekali. Waktu itu divonis 9 bulan (criminal). Tapi saya menjambret juga. Dan sewaktu ditanya hakim (dipersidangan) saya katakana karena kecanduan. Saya merasakan stigma penjara yang begitu hebat. Yang saya rasakan, sewaktu pulang kampong, masyarakat melihat saya sebagi penjahat. Tahun pertama keluar penjara, saya tidak berani keluar rumah, karena saking malunya.
Nah, stigma inilah yang bias menyebabkan seseorang kembali menjadi pecandu, untuk itu kita minta dukungan masyarakat. Karena kalau dikucilkan, peluang untuk kembali ke teman lama sangat besar sekali. Kalau sudah kumpul lagi, ya susah sembuhnya.(*)